KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN PERAN IMF DALAM MENGATASI KRISIS
Pada awalnya pemerintah berusaha untuk menangani
sendiri masalah krisis ini. Namun setelah menyadari bahwa merosotnya
nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tidak dapat dibendung
sendiri,lebih lagi cadangan dollar AS di BI sudah mulai menipis karena
terus digunakan untuk meningkatkan kembali nilai tukar rupiah, tanggal 8
Oktober1997 pemerintah resmi akan meminta bantuan kepada IMF. Strategi
pemulihan IMF dalam garis besarnya ialah mengembalikan kepercayaan
masyarakat dalam dan luar negeri terhadap kinerja ekonomi Indonesia.
Inti dari setiap program pemulihan ekonomi adalah restrukturisasi sektor
finansial (Fischer 1998b). Kemudian antara Indonesia dan IMF membuat
nota kesepakatan, terdiri atas 50 butir kebijakan mencakup ekonomi makro
(fiskal dan moneter), restrukturisasi sektor keuangan, dan reformasi
struktural, yang ditandatangani bersama.
Butir-butir dalam kebijakan fiskal meliputi, tetap menggunakan
prinsip anggaran berimbang, usaha-usaha untuk mengurangi pengeluaran,
seperti menghilangkan subsidi BBM dan listrik serta membatalkan sejumlah
proyek infrastruktur besar, dan yang terakhir meningkatkan pendapatan
pemerintah dengan penangguhan PPN dan fasilitas pajak serta bea cukai,
mengenakan pajak tambahan terhadap bensin, memperbaiki audit PPN dan
memperbanyak objek pajak.
Namun kesepakatan itu gagal, karena syarat-syarat dari IMF dirasa
berat oleh Indonesia. Maka dari itu dilakukanlah negosiasi dan
dihasilkan kesepakatan yang ditandatangani 15 Januari 1998. Pokok-pokok
dari program IMF itu antara lain, kebijakan makro ekonomi yang terdiri
dari kebijakan fiskal dan kebijakan moneter serta nilai tukar, kemudian
restrukturisasi sektor keuangan yang terdiri dari program
restrukturisasi bank dan memperkuat aspek hukum dan pengawasan untuk
perbankan, dan yang terakhir adalah reformasi structural yang terdiri
dari perdagangan luar negeri dan investasi, deregulasi dan swastanisasi,
social safety net dan lingkungan hidup.
Pelaksanaan kesepakatan kedua ini kembali menghadapi bebagai hambatan, kemudian diadakan negosiasi ulang yang menghasilkan Supplementary Memorandum pada
tanggal 10 April 1998 yang terdiri atas 20 butir, 7 appendix dan satu
matriks. Strategi yang akan dilaksanakan adalah menstabilkan rupiah pada
tingkat yang sesuai dengan kekuatan ekonomi Indonesia, memperkuat dan
mempercepat restrukturisasi sistim perbankan, memperkuat implementasi
reformasi struktural untuk membangun ekonomi yang efisien dan berdaya
saing, menyusun kerangka untuk mengatasi masalah utang perusahaan
swasta, dan yang terakhir adalah mengembalikan pembelanjaan perdagangan
pada keadaan yang normal, sehingga ekspor bangkit kembali.
Sedangkan ke tujuh appendix itu antara lain, kebijakan moneter dan
suku bunga, pembangunan sektor perbankan, bantua anggaran pemerintah
untuk golongan lemah, reformasi BUMN dan swastanisasi, reformasi
structural, restrukturisasi utang swasta, dan hukum kebangkrutan dan
reformasi yuridis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar